POTENSI PENGEMBANGAN ILMUKU

Menjadi salah satu mahasiswi dari Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada membuat saya banyak mempelajari tentang ilmu mengenai komunikasi baik itu komunikasi intrapersonal, level komunikasi paling dasar, maupun komunikasi massa dengan level komunikasi teratas. Di Departemen Ilmu Komunikasi sendiri nantinya para mahasiswa akan dibagi menjadi dua konsentrasi yaitu yang pertama Konsentrasi Strategis dan Konsentrasi Media dan Jurnalis. Sedikit mengenai kedua konsentrasi tersebut, atau biasa dibilang penjurusan, konsentrasi yang pertama akan dibahas adalah Konsentrasi Strategis. Konsentrasi ini lebih menjurus kepada PR atau Public Relation atau biasa dikelan dengan Humas dan periklanan. Saya kurang tertarik dengan konsentrasi ini karena paradigma saya mengenai konsentrasi ini yang menyatakan bahwa dalam konsentrasi ini lebih banyak praktik berbicara di depan publik. Padahal, saya merasa bahwa berbicara di depan publik bukanlah hal yang mudah dan saya kurang menyukainya. Sementara Konsentrasi Media dan Jurnalis lebih menjurus kepada dunia jurnalisme dan media komunikasi seperti fotografi dan perfilman. Saya tertarik pada konsentrasi ini karena memang sejak awal saya mengenal dunia perfilman dan jurnalisme saya sudah tertarik dan ingin mempelajari lebih dalam lagi.

Masuk di Departemen Ilmu Komunikasi sebenarnya bukan impian saya meskipun sudah sejak lama saya menyukai jurnalisme dan perfilman. Awalnya saya ingin masuk ke Psikologi namun karena alasan prospek kerja di masa depan, saya kemudian memilih untuk mendaftar ke Akuntansi. Namun sekali lagi saya memikirkan tentang persaingan di sekolah saya yang mana bahkan siswa yang mengambil jurusan IPA pun banyak yang ingin mendaftar. Saya kemudian beralih ingin mendaftar Departemen Hubungan Internasional karena peluang yang ketika itu saya lihat masih cukup baik. Kemudian saya mendapat kabar bahwa seseorang yang menurut saya berpeluang lebih besar dari saya untuk masuk departemen tersebut memutuskan untuk mendaftar di departemen itu, saya kembali beralih ke departemen lain yaitu Departemen Ilmu Komunikasi. Saat itu saya sudah tidak tahu lagi harus memilih apa dan saya bahkan sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya akan dipelajari di Departemen Ilmu Komunikasi ini pada awalnya. Saya sebenarnya tertarik pada pariwisata namun kedua orang tua saya menyarankan untuk menaruh pariwisata pada pilihan kedua saja. Pada hari pengumuman, saya ternyata diterima di Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada dengan prospek yang sama sekali masih kosong untuk pekerjaan saya ke depannya. Saya bahkan tidak tahu kalau jurnalisme dan perfilman dipelajari juga di Ilmu Komunikasi. Setelah kurang lebih satu bulan berkuliah di Departemen Ilmu Komunikasi, saya akhirnya memiliki pandangan bagaimana komunikasi dipelajari di Universitas Gadjah Mada. Saya bersyukur karena ternyata ketertarikan saya mengenai jurnalisme dan perfilman akan dipelajari di semester 3 nanti.

Setelah satu semester terlewati, ketertarikan saya semakin besar akan jurnalisme dan perfilman. Saya juga memiliki hobi travelling sehingga saya berpikir bahwa ada baiknya jika saya mengaitkan tentang Ilmu Komunikasi dan hobi saya akan pariwisata. Akhirnya, saya mulai mencoba mencari tahun tentang komunikasi pariwisata. Saya ingin menjadi seorang wartawan atau jurnalis di dunia pariwisata baik itu Indonesia maupun dunia. Dengan alasan klasik bahwa saya ingin memperbaiki sistem jurnalisme di Indonesia, saya juga ingin mewujudkan cita-cita lama saya untuk bisa berkeliling dunia dan berkeliling Indonesia. Jika ilmu yang saya miliki tentang komunikasi saya manfaatkan bersama dengan hobi saya, bisa saja kombinasi dari kedua hal tersebut menghasilkan keuntungan bagi saya. Meskipun saya berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, saya kurang suka dan kurang tertarik dengan isu-isu yang berhubungan dengan politik. Saya tahu saya harus peka akan isu-isu semacam itu di sekitar saya namun saya merasa hati nurani saya tidak tergerak untuk hal semacam itu.

Saat berada di semester dua ini, saya mulai memiliki proyeksi ke depan mengenai ilmu-ilmu apa yang akan saya pelajari di Ilmu Komunikasi. Melihat para kakak tingkat saya banyak yang memiliki kesibukan di luar, saya paham bahwa Ilmu Komunikasi itu adalah ilmu yang bisa dibilang cair atau fleksibel karena meskipun kakak tingkat saya mengambil Konsentrasi Media dan Jurnalis, beliau bisa menjadi salah satu pekerja di suatu perusahaan surat kabar di Yogyakarta di mana beliau menjadi salah satu jurnalis musik. Ketertasikan beliau akan musik dan hobi beliau akan beberapa musisi Indonesia lah yang mendorong beliau menjadi seorang jurnalis di dunia musik. Mendengar ceritanya, saya semakin mantap akan keinginan saya untuk menjadi seorang jurnalis pariwisata. Memang bisa dikatakan cukup sulit karena di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik tidak ada mata kuliah yang mengajarkan tentang pariwisata. Akan tetapi, saya tahu saya akan bisa jika saya mencoba dan memperdalam ilmu saya mengenai dunia pariwisata. Semua itu akan mungkin terjadi jika saya mau untuk berusaha.

Namun, seberapa besar usaha saya dalam menggapai impian saya dan seberapa sukses saya nantinya tentu saja saya tidak akan berguna jika hanya saya pendam sendiri semua ilmu yang saya dapatkan. Memiliki keinginan untuk masuk ke Konsentrasi Media dan Jurnalis tentu saja dengan beberapa kondisi dan syarat di mana dalam konsentrasi tersebut nantinya akan mempelajari mengenai dunia tulis dan menulis dan yang lainnya. Dunia penulisan sebenarnya sudah tidak asing bagi saya karena sudah sejak saya masih duduk di bangku sekolah dasar saya sudah menyukai dunia tersebut mulai dari menulis beberapa cerita yang memang tak pernah saya publikasikan hingga di SMA di mana saya mencoba mendaftar di organisasi jurnalistik meskipun akhirnya saya ditolak karena satu dan lain hal serta alasan yang tak pernah saya ketahui. Dari dunia menulis ini, saya berharap agar nantinya saya bisa membagi ilmu yang saya miliki ke banyak orang agar mereka bisa memahami juga. Alasan mengapa saya lebih memilih untuk menuliskan ilmu yang saya miliki ke dalam buku ketimbang menjadi seorang guru yang dengan cara berbicara membagikan ilmu yang dimilikinya adalah karena saya sadar kemampuan saya dalam berbicara kalah jauh dengan kemampuan saya menulis meskipun kemampuan saya menulis juga bisa dibilang belum terlalu baik. Mengutip dari Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya yang berjudul Rumah Kaca bahwa “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Dari tulisan beliau, saya belajar bahwa adalah sebuah sia-sia belaka jika saya hanya menyimpan ilmu yang saya ketahui untuk saya sendiri. Membangun bangsa adalah impian dari hampir seluruh orang di negara ini termasuk saya. Jika saya tak bisa mengajarkan ilmu yang saya miliki secara langsung setidaknya saya ingin mengajarkan kepada generasi selanjutnya melalui buku yang saya tulis. Saya ingin mengembangkan ilmu yang saya miliki melalui menulis baik itu menulis sesuatu yang berhubungan dengan dunia ilmiah maupun dunia fiksi. Dengan begitu, ilmu yang saya miliki tidak hilang begitu saja ditelan zaman.

Saya memang seorang anak muda yang sedang memiliki banyak mimpi dalam hidup saya. Selain menjadi penulis dan jurnalis di dunia pariwisata, saya juga memiliki mimpi untuk berkeliling dunia terutama ke beberapa negara impian saya seperti Korea Selatan, Jepang, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat. Mendatangi beberapa negara tersebut memang impian saya karena saya tertarik dengan bagaimana mereka mengembangkan negara mereka menjadi negara yang sangat maju dan bisa dikatakan stabil. Saya selalu memimpikan untuk bisa mengubah negara saya Indonesia menjadi seperti negara-negara tersebut. Saya ingin mempelajari semua negara tersebut secara mendalam baik itu mengenai perekonomiannya, budayanya, dan yang utama adalah komunikasinya karena bagi saya ilmu komunikasi itu tidak berhenti hanya di ilmu-ilmu apa saya yang saya pelajari di konsentrasi yang saya ambil. Saya ingin tahu bagaimana negara mengomunikasikan suatu pemahaman mengenai seperti apa seharusnya para rakyat agar negara mereka menjadi lebih baik dan lebih maju dari sebelumnya. Saya ingin mempelajari tentang mindset rakyat negara tersebut dan bagaimana cara mereka memajukan negara mereka sendiri karena saya sadar bahwa jika hanya pemerintah saja yang berusaha memajukan negara tidak akan ada hasilnya tanpa ada kesadaran dari rakyatnya sendiri dan keinginan mereka untuk maju dan berubah. Meskipun saya tidak terlalu menyukai ilmu-ilmu politik dan hal-hal lain yang berkaitan dengan politik, saya tetap menyukai ilmu-ilmu sosial karena saya menyadari bahwa saya sebagai salah satu anggota dari warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia harus mau dan mampu memajukan negara ini. Belajar mengenai ilmu-ilmu sosial membuat saya sadar dan peka akan lingkungan sosial saya dan masalah yang melingkupinya. Saya ingin menerapkan ilmu yang saya pelajari untuk, sekali lagi, membangun bangsa ini. Jika ditanya bagaimana cara saya mempelajari negara-negara impian saya, saya akan menjawab bahwa saya ingin sekali menempuh program S2 di salah satu negara tersebut dan target utama saya adalah Jepang dengan prinsip kuat rakyat mereka untuk menghormati negara dan membantu negara. Saya ingin mempelajari kesadaran mereka yang tinggi akan bagaimana seharusnya seorang warga negara melayani negaranya dan bukan hanya menuntut kesejahteraan sementara dari diri sendiri saja tidak mau menerima perubahan dan berubah ke arah yang lebih baik. Selanjutnya saya ingin menempuh program S3 di Amerika Serikat dan setelah itu saya ingin menetap di Perancis. Alasan saya memilih negara-negara tersebut adalah karena ketiga negara tersebut merupakan negara impian prioritas saya dengan toleransi beragamanya yang bisa dibilang cukup tinggi.

Selain berkunjung ke negara-negara tersebut, saya juga ingin memiliki sebuah bisnis. Dunia bisnis memang juga dipelajari di Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada namun di konsentrasi berbeda dari konsentrasi yang saya inginkan yaitu di Konsentrasi Strategis. Akan tetapi, menurut saya itu bukanlah sebuah masalah karena saya bisa mengambil mata kuliah lintas konsentrasi untuk mempelajari ilmu tersebut. Meskipun hanya sekitar 6 sks saja, saya merasa itu sudah cukup karena saya hanya membutuhkan dasar-dasarnya saja. Saya percaya bahwa sebenarnya ilmu berbisnis tidak hanya dipelajari di dalam kelas saja dan hanya berupa teori. Saya percaya bahwa sebenarnya ilmu yang sesungguhnya dapat ditemukan dari pengalaman langsung di lapangan. Saya bukan seseorang yang terlalu terpaku pada ide dan teori tapi saya seseorang yang lebih berfokus pada bagaimana praktiknya meskipun saya juga membutuhkannya untuk perencanaan. Meskipun bisnis hanya sebagai pekerjaan sampingan saya, impian ini juga sudah lama saya miliki sejak saya masih kecil karena sejak kecil itulah saya sudah mulai melakukan bisnis seperti berjualan alat tulis kepada teman-teman saya. Ibu saya juga sering mengatakan pada saya bahwa lebih baik untuk memberi gaji daripada menerima gaji. Hal itulah yang menjadi patokan saya untuk terus mencoba hal-hal yang berbau bisnis. Alasan saya memilih Akuntasi Universitas Gadjah Mada kala SMA adalah prospek saya untuk terjun ke dunia bisnis ketika bekerja nanti. Namun, ketika saya tahu bahwa di Ilmu Komunikasi juga mempelajari mengenai perbisnisan saya menjadi lebih bersyukur lagi seperti salah satu mata kuliah yang sedang saya ambil yaitu Komunikasi Pemasaran Terpadu yang juga mempelajari mengenai dunia bisnis.

Saya juga pernah mendengar cerita dari dosen dan kakak tingkat saya bahwa efek dari fleksibilitas Ilmu Komunikasi adalah kemampuan untuk terjun ke berbagai bidang pekerjaan. Seperti semua impian saya yang sudah saya sebutkan sebelumnya, mimpi saya tersebut semuanya pasti ada hubungannya dengan komunikasi. Ilmu ini tidak saklek membahas mengenai satu hal saja melainkan juga bisa merambah ke ilmu lain dan memberi sudut pandang berbeda kepada saya mengenai suatu hal atau suatu kejadian. Ilmu Komunikasi ini mampu memberi pandangan berbeda dan pemahaman lain daripada kebanyakan orang memandang bagaimana suatu ilmu itu membahas tentang suatu hal. Selain pandangan berbeda, dosen dan kakak tingkat saya selalu menanamkan pada saya bahwa mencari ilmu itu berbeda dengan bekerja. Ilmu memang dipakai dalam dunia pekerjaan tapi ilmu yang kita miliki tidak semuanya akan saklek digunakan dalam dunia kerja karena pasti dibutuhkan ilmu-ilmu lain yang tentunya diambil dari paham ilmu lain. Mereka menanamkan pemahaman bahwa ilmu adalah ilmu untuk menambah pengetahuan sementara pekerjaan adalah hal berbeda di mana pasti akan ditemui berbagai masalah yang juga tentunya memerlukan ilmu lain. Berkuliah di suatu jurusan dan mempelajari suatu ilmu tidak harus diorientasikan pada prospek pekerjaan yang ingin kita miliki kata mereka. Pekerjaan itu akan datang sendiri jika kita sudah memiliki banyak pengalaman dan aktif di dunia lain di luar kampus. Kita akan lebih peka akan kesempatan yang ada di sekitar kita jika kita memang aktif. Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya bahwa saya ingin menuangkan ilmu yang saya miliki dalam sebuah buku agar ilmu tersebut tidak terbuang percuma ketika tidak digunakan. Memiliki banyak mimpi juga lah yang menjadi alasan saya agar ilmu yang saya miliki tidak terbuang percuma karena saya menerapkan ke dalam berbagai bidang pekerjaan yang ingin saya jalani di masa depan. Karena saya percaya bahwa ilmu itu tidak akan berhenti hanya pada satu bidang pekerjaan saja tetapi juga pasti terpakai di pekerjaan lain. Selain itu, saya juga percaya bahwa lebih baik saya mengetahui dan melakukan banyak hal secara sedikit-sedikit daripada saya hanya bisa mengetahui satu hal meskipun itu secara mendalam. Apalagi ilmu komunikasi yang sudah banyak digembor-gemborkan sebagai ilmu yang sangat cair dan fleksibel.

Leave a Reply

Your email address will not be published.