Mahasiswa merupakan salah satu unsur dalam masyarakat yang ternyata memiliki peran penting dalam kehidupan sosial di masyarakat. Paradigma masyarakat awam yang selalu mengatakan bahwa “Kamu itu mahasiswa lho, pasti pintar, bisa mengubah masyarakat,” adalah salah satu yang ternyata menjadi beban berat bagi mahasiswa itu sendiri. Membawa perubahan bagi masyarakat bukanlah hal yang mudah apalagi bagi seorang mahasiswa yang pada kenyataannya belum memiliki peran resmi di masyarakat sebagai agen pengubah. Sementara paradigma lain dari para masyarakat yang mengaku pintar bahwa “Masih jadi mahasiswa kok udah sok-sok an,” ternyata menjadi penghambat perubahan yang ingin dibawa oleh mahasiswa itu sendiri. Paradigma penghambat inilah yang sebenarnya lebih kuat untuk mengontrol perubahan yang dibawa mahasiswa ke masyarakat karena masyarakat awam pun tidak begitu paham tentang faktor penghambat itu sendiri dan bagaimana cara mengatasinya. Sekalipun dari pihak masyarakat sendiri sudah memiliki kesadaran dan kemauan untuk berubah ke arah yang lebih baik, jika faktor penghambat itu tak bisa diatasi akan sama saja tak akan ada hasilnya atau bahkan perubahan itu tidak akan terjadi.
Akan tetapi, terlepas dari semua hambatan berupa paradigma semacam itu, yang dinamakan usaha harus dilakukan semaksimal mungkin agar perubahan itu terjadi meskipun sedikit demi sedikit dan perlahan tapi pasti. Mahasiswa memang terkadang akan di-judge oleh sebagian pihak sebagai pribadi yang istilahnya ‘sok-sok-an’ jika mencoba membuat perubahan di masyarakat. Namun, peran mahasiswa sebagai role model dan agent of change tentunya tak boleh dilupakan apalagi mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang digadang-gadang akan membawa perubahan besar bagi bangsa ini. Hambatan yang ada tentunya harus bisa diatasi jika perubahan itu ingin dilakukan. Apa saja kira-kira perubahan yang ingin dilakukan oleh mahasiswa di masyarakat? Jawabannya banyak sekali. Aspek-aspek dalam kehidupan masyarakat banyak yang membutuhkan perubahan seperti misalnya masalah kesehatan, kemiskinan dan kesejahteraan, pendidikan, kebersihan, keterbelakangan budaya, dan masalah lainnya. Masalah-masalah tersbut sudah seperti menjadi kebiasaan di masyarakat yang sulit untuk dihilangkan karena sudah mengakar. Dan, mahasiswa hadir sebagai role model dan agent of change untuk mencoba dan berusaha mengubah semua itu untuk menjadi lebih baik lagi.
Dimulai dari masalah kesehatan yang sebenarnya bahkan sejak dulu masalah ini benar-benar sudah diperjuangkan oleh para pemimpin bangsa agar tingkat kesehatan bangsa ini menjadi lebih baik. Problem yang meliputi pun itu-itu saja seperti anak kecil yang mengalami gizi buruk atau angka harapan hidup yang rendah. Anak gizi buruk sebenarnya berkaitan dengan masalah kesejahteraan dan kemiskinan juga. Hal ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua untuk memberi makanan sesuai dengan asupan gizi yang dibutuhkan oleh si anak. Karena ketidakmampuan ekonomi itulah yang juga menjadi penyebab seorang anak tidak bisa di rawat di rumah sakit karena biaya yang tinggi. Bahkan jaminan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah tak mampu menunjang pelayanan rumah sakit yang layak karena selama ini banyak diskriminasi yang diberikan oleh banyak pihak rumah sakit yang membedakan pasien pengguna layanan jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah dan pasien yang membayar dengan uang sendiri. Pelayanan yang berbeda ini terkadang menghasilkan perawatan kesehatan yang buruk sehingga perawatan pun terkadang lambat hingga menghasilkan perawatan yang kurang maksimal. Bahkan banyak orang tua yang menolak untuk mengobati anaknya yang kekurangan gizi ke rumah sakit dengan alasan tak punya uang. Akibatnya, dengan kemungkinan terburuk, seorang anak bisa saja meninggal karena kekurangan gizi dan perawatan yang tidak optimal baik itu dari orang tua maupun rumah sakit.
Dalam membawa perubahan dalam dunia kesehatan, mahasiswa sebagai agen pembawa perubahan bisa saja mengatasi masalah tersebut dengan cara mengadakan volunteer untuk membantu mereka yang kurang mampu. Regulasi pemerintah bukanlah hambatan jika niat sudah tulus ingin membantu masyarakat. Paradigma masyarakat yang menjadi penghambat juga bukanlah masalah jika memang dari dalam diri sendiri mahasiswa mau membaw perubahan tersebut. Misalnya saja mahasiswa kedoktera yang sedang dalam masa KKN atau Kuliah Kerja Nyata menyelenggarakan posyandu bagi para balita secara cuma-cuma untuk memeriksa gizi para balita agar tidak terjadi kekurangan gizi. Bisa juga dengan mengadakan penyuluhan mengenai asupan gizi balita yang harus dipenuhi agar seorang balita tidak kekurangan gizi. Mencukupi kebutuhan gizi balita memang tidak murah karena dibutuhkan berbagai macam makanan berat, buah-buahan, sayur dan semacamnya. Akan tetapi, bukan tidak ada penyelesaian mengenai masalah tersebut karena tentunya sebagai mahasiswa di ilmu kedokteran apalagi gizi kesehatan pasti tahu apa alternatif yang baik bagi pemenuhan gizi balita yang lebih murah mempertimbangkan dari sisi perekonomian keluarga yang tidak mampu.
Untuk masalah kemiskinan dan kesejahteraan, masalah ini bukanlah masalah yang terjadi dalam waktu sekejap dan memiliki penyelesaian yang cukup sulit jika hanya dilakukan oleh mahasiswa saja. Masalah ini sebenarnya adalah masalah yang mengakar di masyarakat dan sudah terjadi dalam kurun waktu yang terhitung cukup lama. Problem ini utamanya terjadi di kota-kota besar di mana lapangan pekerjaan semakin sempit atau di daerah pedalaman yang memang kurang dijangkau oleh pembangunan. Keduanya memang menjadi problem utama negara Indonesia ini yang sudah disoroti sejak dahulu. Namun, berbagai cara dari pemerintah mulai dari Bantuan Langsung Tunai hingga regulasi menurunkan harga BBM belum bisa menjadi pemecahan masalah yang berarti ketika jurang antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Bagi orang kaya, mereka akan bertambah kaya seiring bertumbuhnya kapitalisme dan bagi si miskin akan semakin sengsara dengan kapitalisme tersebut. Mereka para orang miskin tidak mampu dan tidak berdaya untuk mengejar ketertinggalan perekonomian mereka sehingga jurang itu semakin lebar dari hari ke hari.
Bukan menghapus kapitalisme yang harus dilakukan oleh mahasiswa untuk membuat perubahan, tetapi dengan membantu para rakyat yang kurang sejahtera mengejar ketertinggalan mereka dari si kaya. Mahasiswa sebagai para pemuda yang memiliki banyak ide dan biasanya dicap sebagai manusia yang sedang menyukai banyak tantangan berisiko biasanya memiliki jiwa wirausaha yang besar dan kebanyakan akan membuka bisnis sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru. Dengan semangat mereka inilah sekiranya para rakyat yang kurang mampu dan kurang sejahtera akan mendapat pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Memang berwirausaha adalah prospek di kota-kota besar. Namun, jika dikaji dalam konteks daerah pedalaman yang sekiranya kurang dijangkau oleh pembangunan, peran mahasiswa untuk merubah adalah untuk mengadakan penyuluhan rutin mengenai kewirausahaan yang harus dilakukan oleh penduduk itu sendiri jika ingin sejahtera dan lepas dari kemiskinan. Misalnya saja dengan mengadakan pelatihan membuat benda-benda layak jual yang pembuatannya sederhana dan tidak perlu menggunakan alat dan mesin yang rumit serta mahal. Meskipun perlahan, jika dilakukan seperti itu hasilnya akan pasti terjadi perubahan. Karena untuk mengatasi kemiskinan, bukanlah pihak eksternal yang paling keras berusaha tetapi juga diiringi dengan kemauan kuat dan usaha yang keras dari diri sendiri untuk menerima perubahan dan berubah ke arah yang lebih baik lagi dan lebih sejahtera lagi.
Mengenai masalah pendidikan, yang banyak disorot di Indonesia sekarang ini adalah tingginya angka putus sekolah anak Indonesia yang banyak beralasan karena ketidakmampuan orang tua untuk membiayai merekauntuk bisa terus bersekolah. Pada akhirnya ini memang menjadi salah satu akibat dari rendahnya kesejahteraan dan kemiskinan yang tinggi di Indonesia. kebanyakan dari anak-anak putus sekolah itu pada akhirnya hanya menjadi para pengemis, pengamen, atau bahkan pemulung agar mereka tetap bisa mempertahankan hidup mereka. Namun, salah satu problem lain yang belakangan ini sering di soroti adalah kondisi dari banyak sekolah di Indonesia yang sangat buruk baik itu dari segi infrastrukturnya maupun dari segi tenaga pengajar. Banyak sekolah di Indonesia terutama di daerah pedalaman yang sekali lagi kurang bisa dijangkau oleh pembangunan memiliki kondisi yang sangat memprihatinkan di mana mereka harus bergantian dlam memakai ruang kelas karena ruangan kelas yang terbatas di suatu sekolah. Sudah dengan rungan yang tidak memadai untuk menampung sejumlah murid, kondisinya pun terkadang sudah hampir hancur dan kekurangan perlengkapan seperti spidol atau kapur untuk mengajar. Dari sisi tenaga pengajar pun di banyak sekolah di pedalaman masih sangat kurang di mana dalam satu sekolah hanya terdapat dua hingga tiga guru untuk mengajar banyak murid. Hal ini tentunya sangat miris ketika kita melihat banyak dari murid sekolah di sekitar kita yang terkadang masih sering membolos ketika mereka sebenarnya mampu mengenyam pendidikan yang lebih layak dari murid yang ada di daerah pedalaman sana.
Dalam membawa perubahan, mahasiswa dapat menggunakan berbagai alternatif. KKN mungkin bisa menjadi salah satu alternatifnya dengan cara membantu para murid dalam belajar dengan menjadi guru bagi mereka. Apalagi ilmu yang kita dapat sebagai orang yang berasal dari kota tentunya bisa dibilang lebih luas dari mereka sehingga menjadi tenaga pengajar bukanlah hal yang buruk. Para murid tersebut juga harus diberi kesadaran dan pemahaman bahwa mereka hars tetap bersekolah bagaimanapun keadaannya karena mereka yang nantinya akan meneruskan bangsa ini. mahasiswa memang mencoba untuk merubah namun tidak selamanya mereka mampu untuk memertahankan perubahan itu jika tidak ada tindak lanjutnya yaitu dari kesadaran masing-masing anak di pedalaman. Mengenai infrastruktur, mungkin butuh biaya yang besar untuk membangun sebuah sekolah. Hal tersebut bisa saja diatasi dengan jalan mencari donatur untuk membangun sekolah yang kondisinya sudah tak layak dipakai. Banyak cara untuk mengubah semua itu d nmeskipun mahasiswa memang masih bisa dibilang kurang mampu tapi tenaga dan semangat mereka yang besar setidaknya juga berperan besar dalam membawa perubahan. Jika menyinggung mengenai anak jalanan yang putus sekolah, mahasiswa bisa saja merubah itu denga menjadi pengajar mereka. mahasiswa mungkin tidak mampu membiayai mereka bersekolah secara formal tapi bisa saja mereka mengadakan sekolah secara nonformal untuk mengajari mereka tentang ilmu-ilmu di sekolah seperti biasanya.
Untuk masalah kebersihan, problem utama biasanya ditemui di daerah perkotaan di mana terdapan banyak daerah kumuh. Problem ini biasanya disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang malas mencari tempat sampah dan jarak rumah mereka yang lebih dekat dengan sungai dibanding dengan tempat pembuangan sampah. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk membuang sampah di sungai karna tidak terlalu merepotkan. Jika nanti banjir, mereka akan merasakan akibatnya namun mereka akan menyalahkan ketidakberdayaan pemerintah dalam mengatasi masalah sampah yang tidak selesai dari hari ke hari. Dalam konteks masalah ini, pemerintah memang sudah berulang kali bahkan sampai tak terhitung jumlahnya dalam memperingatkan masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai karena akan menyebabkan pendangkalan sungai dan banjir di musim hujan. Kesadaran masyarakat lah yang perlu dipertanyakan karena peringatan tersebut seperti hanya angin lalu saja dan tidak digubris oleh masyarakat. Mungkin membuang sampah memang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat, tapi semua itu akan menjadi masalah yang lebih besar jika barang barang yang dibuang sudah menckup benda seperti kasur dan bantal.
Masalah mindset sebenarnya bukanlah masalah yang bisa diatasi dengan mudah oleh mahasiswa apalagi yang sudah menjadi budaya sejak lama. Namun, kesadaran dari masyarakat bisa dibangun jika dari pihak mahasiswa sendiri mau mengadakan program seperti membersihkan sungai dan memberi penyuluhan, bukan tentang mencegah masalah kebersihan terjadi tetapi dengan memberi kesadaran bahwa memperbaiki lingkungan yang sudah rusak akan lebih baik karena jika dicegah pun masalah kebersihan itu sudah terjadi. Mereka harus disadarkan bahwa hanya dari masalah kebersihan, berbagai macam penyakit yang bisa sampai ke tingkat yang fatal. Misalnya saja muntaber akibat air yang dipakai untuk membersihkan diri kurang bersih karena berada di sekitar wilayah kumuh. Selain tu, sampah yang dibuanh secara sembarangan akan mengakibatkan penggenangan air sehingga muncul sarang nyamuk yang bisa menyebabkan demam berdarah atau malaria. Mahasiswa yang paham akan hal itu harus memberi tahu kepada masyarakat agar tidak terjadi masalah kesehatan yang lebih parah lagi. Mahasiswa harus mensosialisasikan bahwa pencuncian peralatan masak menggunakan air sungai yang terkontaminasi oleh sampah bisa menyebabkan gangguan masalah kesehatan pencernaan.
Menilik dari segelintir masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya, perubahan bukanlah suatu hal yang mustahil karena pemecahan masalah akan selalu ada. Adalah tugas mahasiswa sebagai role model dan agent of change yang wajib mencari pemecahan masalah itu sebagai salah satu cara membawa perubahan. Bukan tidak mungkin perubahan terjadi meskipun kesadaran masyarakat lah yang perlu ditingkatkan, karena berawal dari usaha mahasiswa untuk membawa perubahan itu sendiri lah yang utama. Jika tidak dimulai dari mahasiswa sebagai ujung tombak negara ini, masyarakat tidak akan sadar karena mereka pun tidak akan diberi dorongan untuk berubah. Masyarakat harus mau keluar dari zona nyaman mereka untuk berubah ke arah yang lebih baik dan adalah tugas mahasiswa sebagai agen pembawa perubaha untuk mendorong masyarakat agar mau keluar dari zona nyaman mereka selama ini. jika mereka berubah menjadi lebih baik, kenyamanan dan keuntungan tentu akan kembali pada diri mereka sendiri karena hidup mereka lebih baik dari yang sebelumnya. Karena itu, peran mahasiswa sebagai generasi yang dicap sebagai pembawa perubahan sangatlah penting di lingkungan sosial masyarakat agar masyarakat bisa menjadi masyarakat yang harmonis dalam kehidupan yang lebih maju di Indonesia ini. Semua itu tentu tidak akan terjadi jika mahasiswa sebagai agent of change tidak memulainya.